Padang lawas,
Jika ditilik dari budaya yang asli (budaya nenek
moyang) padang lawas maka dapat dikatakan bahwa budaya kita mengarahkan kita
menjadi sebaik baik umat. Sehingga budaya-budaya yng sudah mulai dilupakan itu
mesti dujunjung kembali nilai-nilai dan aplikasinya didalam bermasyarakat
dipadang lawas yang tercinta ini. Tidak ada kata malu dalam mempertahankan
budaya daerah padang lawas, sebab di Indonesia pada umumny mempunyai budaya dan
tradisi masing masing, dengan syarat budaya yang ada itu tidak bebrtentangan
dengan ajaran islam dan undang-undang yang berlaku dimata negara, dan menurut
hemat penulis budaya padang lawas tidak akan bertentangan dengan ajaran agama
islam selama ajaran islam tetap dijaga dalam melaksanakan ajaran budaya-budaya
itu sendiri.
Padang Lawas yang semakin hari semakin melupakan budaya aslinya,
yakni: Budaya berpakaian sopan. Bahkan sudah membudaya pakaian yang transparan,
memakai pakaian yang ketat. Pergeseran budaya yang dulunya perempuan-perempuan
Padang Lawas yang marabit (memakai kain sarung) dan marsinggulu (memakai kain
penutup kepala) serta masih ada rasa malu segan kalau pake celana pendek di
depan umum, penulis menganggap itu suatu pergeseran nilai budaya tradisional
menuju budaya modren yang malah mendukug bobroknya nilai-nilai norma yang
berlaku dalam adat dan budaya padang lawas yang semula sejalan dengan ajaran
agama islam, beberapa tahun kedepan lebih dikhawatirkan lagi, dikhawatirkan
bahwa orang yang masih mengikuti adat dan budaya padang lawas bisa-bisa
dianggap kolot dan tidak mengikuti jaman, akhir-akhir ini ungkapan-ungkapan
ngetrend dan modren sudah mulai digembar-gemborkan sebgaian anak-anak muda
didaerah padang lawas, penulis mensinyalir bahwa pergeseran ini terjadi sebab
semakin banyaknya putra-putri asal daerah padang lawas yang merantau dan
melanjutkan pendidikan di kota dan membawa budaya itu secara sadar maupun tidak
sadar.
Selain budaya berpakaian, padang lawas juga mempunyai budaya
martutur (panggilan sopan), baik baik sesama remaja (naposo nauli bulung)
maupun kepada orang-orang tua (natobang natoras). Baik kepada mora, anak boru
dan juga kepada kahanggi. Padang Lawas, sebagaimana umumnya daerah-daerah mandailing
seperti Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padang Sidimpuan, dan Padang Lawas
Utara diharapkan dan seharusnya membudidayakan budaya Dalian Natolu yang mengandung
nilai-nilai budi pekerti, dan sopan santun yang sejalan dengan ajaran agama
islam. Kesadaran masyarakat padang lawas itu sendiri lah yang diharapkan untuk
ambil andil dalam hal ini, suatu negara atau wilayah itu maju dan mundur
disebabkan apa yag dilakukan warga negara atau masyarakat diwilayah itu
sendiri, dari sudut dan kacamata itu lah maka diharapkan kesadaran dan
ketulusan masyarakat untuk mendukung dan mendorong wilayah dan masyarakatnya
menjadi aktif dan kompetitif di tengah budaya-budaya yang semakin hari makin
banyak tantangan dari budaya-budaya luar.
Dalian Natolu sebagai pranata hidup masyarakat Mandailing berdasarkan
Adanya parkouman (kekerabatan), domu (keakraban) antara manusia membuktikan
bahwa mereka hidup dengan holong (cinta dan kasih sayang) dalam satu konsep padomu
tahi dohot pokat ima na padonok parkouman.
0 comments:
Post a Comment